pengungsi Rohingya (BBC) |
Massa menyerukan dihentikannya diskriminasi dan kekerasan sektarian terhadap muslim Rohingya. Para demonstran membawa spanduk-spanduk bertuliskan "Stop the killing of Muslims in Burma" dan "Don’t kill my brother."
"Yang paling utama, kelangsungan hidup mereka sangatlah penting. Jika kami tak punya hak untuk hidup di tanah air kami maka demokrasi dan HAM tak ada gunanya buat kami," cetus aktivis pro-Rohingya, Maung Hla Aung seperti dilansir media Press TV, Senin (17/9/2012).
"Otoritas lokal serta polisi mengontrol masing-masing rumah warga Rohingya," imbuhnya.
"Mereka ditolak kewarganegaraannya, mereka diusir, saya pikir 3.000 Rohingya saat ini ditempatkan di kamp-kamp dan di kamp-kamp ini, satu dari 5 anak tak bisa hidup lebih lama dari 5 tahun," ujar seorang demonstran lainnya.
Demonstran Prancis tersebut mengkritik ikon demokrasi Myanmar Aung San Suu Kyi yang tidak mengambil langkah-langkah untuk menghentikan kekerasan terhadap Rohingya. "Seorang wanita yang telah ditahan karena pandangan politiknya seharusnya memiliki kepedulian pada orang lain," tandasnya.
Bulan Agustus lalu, organisasi HAM, Human Rights Watch (HRW) mengecam pemerintah Myanmar atas pembunuhan muslim Rohingya selama gelombang kekerasan sektarian di negeri itu. Meski telah berabad-abad tinggal di Myanmar, namun oleh pemerintah Myanmar, warga Rohingya terus dianggap sebagai imigran gelap dari Bangladesh. Diskriminasi oleh pemerintah Myanmar ini membuat Rohingya sebagai salah satu minoritas paling teraniaya di dunia.